Karena kekayaan sesungguhnya adalah ilmu, maka abadikanlah ilmumu dengan menuliskannya -niestarry-
RSS

Jumat, 26 Juli 2013

Aktivis remed = hoax!

"Aktivis" sebuah kata yang pastinya sangat familiar di telinga kita khususnya para mahasiswa. Apasih aktivis itu? Bagi yang nggak tau aja, menurut definisi dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Repiblik Indonesia, aktivis adalah orang yang giat bekerja untuk kepentingan suatu organi­sasi politik atau organisasi massa lain. Dia mengabdikan tenaga dan pikiran­nya, bahkan seringkali mengorbankan harta bendanya untuk me­wujudkan cita-cita organisasi. Nah dari defini si tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa aktivis ada macam-macam. Ada aktivis kampus, aktivis masjid, aktivis dakwah, aktivis lingkungan hidup, dll.

Bagi sebagian kalangan mahasiswa, khususnya di kampusku, menjadi seorang aktivis adalah sebuah kebanggaan, itulah mengapa ormawa di kampusku selalu ramai peminat ketika oprec, anggotanya banyak dan prokernya super-super sekali..... Bahkan, seorang mahasiswa disini nggak cuma aktif di satu organisasi saja, pasti mereka minimal memiliki 3 bahkan lebih banyak organisasi yang diikuti. Bagus memang, mumpung masih muda dan banyak kesempatan mengembangkan diri, teman-teman bisa memanfaatkan waktunya dengan sangat baik dan tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk produktif dan bermanfaat bagi orang lain.

Namun, apakah menjadi seorang organization-oriented (OO) itu lebih baik dibandingkan menjadi seorang study-oriented (SO)? Disinilah salah kaprah mahasiswa paling umum terjadi. Menjadi seorang organisator militan atau aktivis merupakan sebuah nilai plus seorang mahasiswa. Apalagi ketika dia bisa mengembangkan potensinya, mendapat banyak pengalaman, bahkan mengembangkan organisasinya menjadi jauh lebih baik. Dia tidak hanya menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang..kuliah-pulang) tapi setidaknya sedikit lebih tinggi yaitu mahasiswa kura-kura (kuliah-rapat..kuliah-rapat). Namun ketika seorang mahasiswa menjadi OO, kata kuliah seakan-akan hanya ilusi. setiap ada kepentingan organisasi maka dia menomor-duakan kuliahnya. Apabila ada kesempatan bolos dia bolos, apabila ujian dikerjakan sebisanya (atau malah nyontek temen), kalau kena remad dia pasrah "yaudahlah...remed doang.. temennya banyak", dan IPK juga pas-pasan "ah IPK bukan penentu segalanya".

Ya alasannya memang ndak salah sih, tapi ada satu hal yang paling esensial yang dia lupakan, AMANAH. Seorang aktivis pasti paham betul dengan makna amanah, dan dengan kata itu pula menjadi sebuah alasan untuk meninggalkan kuliah, karena "amanah organisasi". Tapi sadarkah engkau wahai para Organization Oriented, bahwa KULIAH ADALAH AMANAH ORANG TUA!!!!. Amanah terbesarmu sebagai mahasiswa ya kuliah. Orang tuamu bekerja siang malam mencari uang ya untuk bayarin kamu kuliah yang SPP-nya sangat mahal itu. Mereka rela bayar uang pangkal selangit ya cuma buat masukin kamu ke universitas itu, biar kamu bisa kuliah. Mereka sabar mengirimkan biaya hidup tiap bulan, beli buku, ya cuma biar kuliahmu lancar. Yang mereka tunggu kamu bisa cepet lulus, nilai bagus, dapet kerjaan mulus. Barulah mereka bangga. Maka dari itu kuliah adalah nomor satu, sementara organisasi dll itu adalah penyedapnya. Memang kuliah saja tanpa organisasi itu bagaikan sayur tanpa bumbu, tapi apa ya mau makan bumbunya saja sementara sayurnya gak ada????

Disinilah esensinya, bahwa yang mengaku aktivis itu kuliahnya harus lancar, nilainya harus bagus, menjunjung tinggi kejujuran (gak pernah nyontek) dan melaksanakan amanah orang tua (kuliah yang bener). Aktivis nggak boleh remed! Apabila aktivis remed maka sifat amanahnya dipertanyakan. Aktivis harus bisa menjadi contoh di segala bidang, salah satunya akademis. Nggak lucu dong kalo seorang presiden bem seindonesia kuliahnya kececeran sampe molor 10 tahun. Mending gue dong kuliah lancar jaya... hehehe... Yang paling bagus itu seorang aktivis yang cumlaude dan bisa pensiun dini eh wisuda cepet maksudnyaa...

Kenapa remed disini sangat saya tekankan (sampe dibikin judul segala)? Karena itu adalah tolok ukur pertama keberhasilan mahasiswa dalam menjalani kuliahnya. Bukan berarti yang remed pasti gagal dalam kuliah, bukaaann!!! Tapi ketika seorang aktivis remed, berati dia telah mengganggu amanah yang lainnya.

Contoh nih ya pengalamanku sendiri, aku sudah menyusun agenda dengan rapi jauh-jauh hari untuk menyelesaikan sebuah tugas dari sebuah organisasi. Saat on-progress tiba-tiba keluarlah pengumuman remed. *jedeeeng....* dan ada namaku disana... huaaaaaa...... selanjutnya terpecahlah konsentrasi antara mengerjakan tugas organisasi atau belajar lagi. Dan ketika tiba saatnya jadwal remed keluar dan waktunya mendadak maka semakin berantakan saja konsentrasinya. Dan pada saat pelaksanaan remed berlangsung maka otomatis kerjaan organisasi itu tertunda. Padahal tugas yang aku kerjain itu bukan tugas biasa, tugas urgent yang menentuka keberjalanan acara kedepan. Dan akibat tertundanya kewajiban ini maka ada beberapa konsekuensi menyedihkan yang didapatkan. Sedih nggak sih??

Maka dari pengalaman itu aku menyadari bahwa seorang aktivis nggak boleh remed, karena dapat merusak semuanya. Dan aku semakin menyadari bahwa amanahku sebenarnya apa, yaitu menjalankan amanah orang tua. dan mulai saat itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk berusaha semaksimal mungkin agar tidak remed lagi, membagi waktu dengan baik antara belajar dan berorganisasi agar keduanya dapat bersinergi untuk membentuk pribadi yang lebih baik.

Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar