Karena kekayaan sesungguhnya adalah ilmu, maka abadikanlah ilmumu dengan menuliskannya -niestarry-
RSS

Rabu, 19 Agustus 2015

Pendakian Merbabu: Never Underestimate!

Cerita ini berdasarkan pengalamanku saat mendaki merbabu kemarin. Ada dua kejadian yang intinya sama, mengajarkan untuk tidak meremehkan segala sesuatu.

Kejadian pertama adalah aku sendiri, aku meremehkan Merbabu. Konon katanya mendaki Merbabu itu lebih mudah dari Lawu, selain gunungnya lebih rendah, juga suhunya tidak sedingin Lawu. Jadi aku pikir pendakian ini akan happy happy aja. Tanpa perlu ngoyo dan usaha yang berarti.

Tapi ternyata estimasiku salah besar. Ternyata aku menemui banyak kesulitan selama mendaki. Entah karma atau bagaimana, bahkan sebelum mulai pendakian aku mengalami masalah perut. Kembung terus dan keras, jadi selama perjalanan itu ya nggak nyaman, mual, pengen muntah, pengen buang angin terus, apa ajalah, padahal sebelumnya ya nggak kenapa2, nggak makan aneh2 dan nggak berlebihan juga.

Juga rutenya ternyata kebanyakan mengharuskan kelesotan di pasir, merangkak, mendaki, merosot, pegangan sama rumput-rumput, batu, tanah, bukannya jalan santai tegak gitu. Lumayan lebih menguras tenaga dan adrenalin lah.

Belum lagi pas turun kedua lututku entah kenapa sakit banget, nggak bisa ditekuk. Harus jalan pelan-pelan, nggak berani merosot juga karena bawahnya jurang, kepleset-pleset. Omaigatt… ternyata pendakian ini lebih menderita daripada Lawu. Mungkin bener ini karma karena aku menyepelekan Merbabu, jadi sekali lagi, never underestimate!

Kejadian kedua adalah timnya temenku. Jadi awalnya kita satu tim, tapi berhubung ada sesuatu sebelum pemberangkatan, kita jadi berpisah jadi 2 tim. Timnya temenku ada 5 cewek dan 4 cowok. Mereka berangkat duluan karena timku masih nunggu seseorang.

Jadi ceritanya timnya temenku itu underestimate ke aku. Ya, secara aku kan emang badannya kecil, kurus kerempeng, muka masih kayak anak2, tingkah juga kadang konyol gajelas. Sedangkan mereka tuh cewek2nya kelihatan strong, badannya gede2, kekar, penampilannya juga anak alam banget, udah berkali-kali mendaki katanya. Mereka pikir aku manja, lemah, mana kuat naik gunung, aku sempat denger mereka bilang aku nggak usah diajak aja nanti ndak memperlambat, ya aku awalnya juga mikir gitu sih, aku tau diri kok, jadi ya aku nggak marah.. haha.. emang bener itu.. aku juga minder kalo sama mereka.. :p

Jadinya kan kita pisah, mereka berangkat 1,5 jam lebih awal. Tapi ternyata kita ketemu di jalan menuju pos 3. Mereka kaget. “Loh nis cepet banget, kok udah nyampe sini aja??”. Aku ya kaget, kok bisa ketemu sih. Akhirnya timku memutuskan berhenti dulu, istirahat agak lama, ya biar nggak dikira sombong. Mereka lanjut perjalanan.

Setelah setengah jam istirahat, kita jalan lagi. Eh ketemu sama mereka lagi di pos 3, lagi ngeluarin kompor buat masak. Katanya gak tahan dinginnya, mau anget2 dulu, padahal aku waktu itu kepanasan keringetan sebadan. Yaudah akhirnya kita minta izin jalan duluan.

Esok paginya jam 10an, timku udah turun dari puncak. Eh papasan lagi sama mereka di sabana 2, mereka baru mau naik, terus nanya “naik apa turun nis??”, “turun…”, eh mereka kaget terus pada kagum. Anyway, sabana 2 itu masih ¾ perjalanan, setelah itu masih ada sabana 1, terus pos 4 terus baru ke puncak. Jadi masih jauh banget.

Aku turun tertatih2 itu sampe basecamp jam 4 sore. Sedangkan adikku yang jalan normal sampe basecamp jam 2 siang. Ternyata mereka sampe basecamp baru jam setengah 12 malem. Jadi baru bisa pulang besok paginya.

Jadi itulah pentingnya untuk tidak menyepelekan segala sesuatu, never underestimate! Karena kita tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya.


Baca juga:

Read Comments
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar