Rabu, 19 Agustus 2015
Ayo Naik Gunung! ^^
Pendakian Merbabu: Never Underestimate!
Rabu, 12 Agustus 2015
Hi Lawu, I'm coming again...!!! ^^
Dua bulan lalu tepatnya tanggal 30-31 Mei 2015 aku mendaki Gunung Lawu lagi untuk kedua kalinya. Yah... mumpung libur panjang dan ada temen-temen yang enak diajakin buat muncak. Hehe... Tim kita terdiri dari 4 orang, aku, Ismail, Bayu, sama adikku, Rafi. Cowoknya 3 dan ceweknya aku sendiri.. gapapa.. hehe... aku kan strong! :p
Gunung Lawu dipilih karena kebetuan deket dengan rumah, tinggal naik motor 1 jam udah nyampe di pos pendakian. Hehe... Btw, Untuk ke puncak Lawu jalur yang terkenal ada 3, Cemoro sewu, cemoro kandang dan jalur candi cetho. Konon, jalur Candi Cetho adalah jalur keraton yang biasanya dipake naik para penguasa Jawa jaman dulu kalo mau bertapa ke Lawu, jalur ini jarang dipake pendaki karena katanya sih rutenya susah dan sepi, kalo jalur cemoro sewu dan cemoro kandhang istilah ya cuma jalur pintu belakang, kedua jalur ini yang rame. Kita naik dari Cemoro Sewu, jalur ini dipilih karena yang kita tau rutenya ya cuma jalur ini.. -_- Biasanya pendaki lain memilih naik lewat Cemoro Kandang dan baru turunnya lewat Cemoro Sewu.
Aku dan adikku sampai di pos Cemoro Kandhang sekitar pukul 11 siang, nah ternyata timku pada belum sampai, akhirnya kita milih makan siang dulu di warung makan pinggir jalan, ada banyak banget disini, makanan khas sini adalah sate kelinci, enak, lezat, dan murah meriah.. hehe.. Menjelang dhuhur timku baru komplit, terus kita sholat dhuhur dulu di masjid depan pos Cemoro Sewu untuk kemudian baru mulai naik setelah shala dhuhur.
Sebelum mendaki pertama-tama kita harus daftar dulu di loket, membayar tiket masuk sebesar Rp.10.000,-/orang. Setelah itu kita mulai menuju pos 1. Perjalanan menuju pos 1 masih terbilang enak, lewat hutan pinus yang sejuk, jalan yang masih landai dan hanya sedikit naik turun, disini banyak digunakan sebagai area outbond dan berkemah, jadi rame, banyak temennya, asik. Sampai pos 1 kita istirahat sebentar.
Enaknya mendaki lawu adalah di setiap pos ada warung, jadi kita nggak perlu bawa logistik banyak bayak dari bawah, mau makan/minum anget tinggal beli. Hehehe... Disini juga banyak sumber air, jadi nggak perlu bawa air banyak-banyak yang bikin berat, soalnya kalo habis ya tinggal isi ulang atau beli. Nggak perlu bawa dome juga, soalnya di Sendhang Drajat ada warung Mbok Yem yang luas bisa buat tempat menginap. Disini jalannya juga udah enak, batu-batuan, jadi nggak licin dan nggak berdebu. Pokoknya mendaki Lawu tuh tamasya beneran deh.... :3
Lanjooott ke Pos 2, jalannya udah agak mulai menanjak, tapi tetep asik kok, apalagi view-nya yang cantik di sepanjang jalan bener-bener mengobati rasa lelah deh. Nyampe Pos 2 ini ada warung yang pisang gorengnya enak banget, wajib banget nyoba pokoknya! Di pos 2 ada area datar cukup lus yang bisa dipake buat diriin dome, tapi ngapain nge-dome disini, puncak masih jauh... hehehe...Menuju pos 3, jalannya udah lebih ekstrim lagi, tapi tenang saja semua bisa dilewati. Kita mulai berada setinggi awan, suhu udara mulai bertambah dingin, ya iyalah, wong kita masuk di dalam awan. Ajaibnya di pos 3, disini signal seluler penuh. jika tadi dari bawah handphone anda nggak ada signal, tenang saja, disini nanti bakal ada signal lagi kok. Mungkin karena tempatnya yang udah lebih tinggi jadi nggak terhalang bukit-bukit kali ya... jadi kalo mau update status, eksis di sosmed, atau kabar-kabar keluarga, inilah saatnya "Maakk... ane udah nyampe Pos 3 nih, udah diatas awan, doain ya nyampe puncak dengan selamat...".
Perjalanan dari pos 3 menuju pos 4 luar biasa indaaahhhh banget..... apalagi sore hari dengan sinar matahari yang berwarna-warni.. Ada awan putih yang bergumpal-gumpal dibawah seperti kapas, ada bukit hijau dan perdu disekeiling yang mempermanis suasana. pokoknya kudu banget lah foto disini...
Dari pos 4 menuju pos 5 hari udah mulai gelap, suhu udara juga mulai menusuk tulang, sementara jalanan semakin curam saja. Mungkin kita akan setiap 5 langkah berhenti, tapi tak mengapa asal selamat. Medannya mulai merangkak, memanjat batu-batuan yang sedingin es, ada juga pegangan besi sebenernya tapi basah kena embun dan sedingin es juga. Disarankan mulai memakai pakaian hangat.
Dari pos 5 menuju Sendhang Drajat jalannya landai, enak, dan alam terbuka, jadi disini kita bisa melihat pemandangan kelap-kelip lampu kota Magetan. Saat pulang, disini pemandangannya juga indaahh banget. Lautan awat berada sangat dekat dibawah kaki kita. Disini juga tempat yang rekomended untuk foto-foto. :)
Pendakian kedua Gunung Lawu: Mountain Sickness
Mendaki gunung adalah kegemaran baruku saat ini. berhubung lagi liburan panjaang dan ada temen yang asik buat naik gunung, jadilah aku berkeinginan mendaki Gunung Lawu lagi untuk kedua kalinya. Kali ini sekelompokku ada 4 orang, 3 cowok dan aku cewek sendiri. Eits jangan salah, walaupun aku cewek sendiri tapi aku setrooong, gak banyakan berhenti, waktu pendakian uga normal-normal aja, cenderung cepet malah, cuma 6 jam, rata-rata kan 8 jam... hehehe... *sombong*
Nah di pendakian kali ini ada satu kejadian nggak enak yang aku alamin, aku kena ACUTE MOUNTAIN SICKNESS, apaan tuh? baru denger... sama! aku juga baru tau ada penyakit gituan setelah turun gunung.... penasaran penyakit apa itu, ini aku kutipin tulisan dari web Indonesia 360 Derajat tentang mountain sickness.. capcuss baca yuukk..... :)
Acute mountain sickness atau sering kita bilang “Monsick” adalah suatu penyakit yang banyak menyerang para pendaki gunung. Penyakit ini terjadi terutama pada pendakian lebih dari 2400 meter. Tidak jarang, pendaki gunung meninggal karena mountain sickness.
Penyakit yang juga disebut altitude sickness ini terjadi karena ketidakmampuan tubuh untuk beradaptasi dengan kondisi alam di pegunungan yang berbeda dibandingkan dataran rendah. Di daerah pegunungan, tekanan udara dan kadar oksigen lebih rendah dibanding dengan dataran rendah, hal ini menyebabkan tubuh kekurangan oksigen.
Salah satu cara untuk membuktikan adanya perbedaan kondisi alam adalah dengan cara melihat penggelembungan beberapa barang yang dibawa. Misalnya bungkus snack menjadi gendut menggelembung seperti balon. Botol minuman yang dari bawah dalam keadaan tertutup rapat, bila dibuka pada ketinggian itu tutupnya meletup. Kok bisa?
Hal itu terjadi karena perbedaan tekanan udara. Di pantai (0 mdpl), tekanan udara adalah 760 mmHG dengan konsentrasi oksigen 21%, sedangkan pada ketinggian 2.500 mdpl, tekanan udara hanya 570 mmHG. Dengan demikian, meskipun konsentrasi oksigen sama, kerapatan molekulnya berkurang 25%. Faktor inilah yang telah menggelembungkan barang-barang di atas.
Pada kondisi tersebut, apa yang terjadi pada tubuh kita?
Hati-hati, ternyata, diam-diam pembuluh darah kita pun ikut menggelembung. Dan penggembungan pembuluh darah itu menyebabkan terjadinya kebocoran cairan. Inilah yang menjadi faktor utama mountain sickness.
Beberapa penyebab lain mountain sickness adalah :
– Ketinggian yang dicapai
– Medaki terlalu cepat
– Kelelahan
– Kekurangan cairan
Kemungkinan terkena mountain sickness antara satu orang dengan yang lain tidaklah sama. Beberapa pendaki sangat rentan, sementara yang lain berdaya tahan kuat. Sayangnya, sampai saat ini, belum ada metode klinis yang bisa mengidentifikasi dan memilah manusia yang rentan dan yang tahan terhadap ketinggian. Jadi yang mengetahui tubuh kita kuat atau tidak, adalah diri kita sendiri.
Gejala-gejala mountain sickness :
– Pusing atau pening
– Mual sampai muntah-muntah
– Napas tersengal-sengal pada saat melakukan aktivitas fisik
– Kelelahan
– Hilang napsu makan
– Sulit tidur
– Menyendiri, malas bergaul dan berkomunikasi
Apabila mendapatkan perhatian dan perlakuan sebagaimana mestinya, mountain sickness umumnya tidak berakibat fatal. Sebaliknya, bila kondisi ini tidak dipahami dan diabaikan, masalah lebih serius mengancam.
Gejala yang lebih berat adalah :
– Kehilangan koordinasi gerakan, sempoyongan bila berjalan
– Kebingungan, irasional
– Mengalami halusinasi
– Meracau
– Lunglai, dan pada keadaan yang paling parah mengalami koma
Lebih dari lima puluh persen penderita yang sampai mengalami koma, akhirnya tewas. Sementara yang berhasil bertahan, kebanyakan mengalami cedera otak permanen yang menyebabkan ketidaknormalan kondisi mental atau kekacauan koordinasi motorik. Kalau mendapatkan penanganan yang pas, jangan takut, asal belum sampai mengalami koma, penderita bisa pulih total.
Kerinci
Sayangnya, pendaki gunung sering cuek-bebek terhadap gejala-gejala itu. Kebanyakan menganggap gejala-gejala yang dirasakan semata-mata hanya karena terlalu capai, stamina loyo, kurang tidur, atau bahkan masuk angin. Dari pendapat ini, umumnya penderita montain sickness hanya merasa perlu beristirahat sebentar, kemudian naik lagi. Meskipun beristirahat ada benarnya, perlakuan semacam itu keliru.
Untuk pencegahan kondisi seperti ini dapat dilakukan dengan aklimatisasi yang baik, yaitu dengan mendaki perlahan, sehingga memberikan waktu bagi tubuh untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang baru. Selain itu, jangan terlalu lelah dan minum cukup air.
Terapi terbaik untuk yang terkena mountain sickness adalah dengan turun gunung. Pada kasus yang ringan, anda dapat berisitirahat sejenak hingga kondisi tubuh stabil dan terbiasa dengan kadar oksigen yang rendah. Pemberian oksigen dapat pula dilakukan untuk memperbaiki kondisi pasien. Apabila ada dokter atau tenaga medis di sekitar, pengobatan dengan acetazolamide dapat diberikan untuk mempercepat kemampuan tubuh untuk beradaptasi pada ketinggian.
Mendaki gunung memang menyenangkan, tapi tentunya diperlukan persiapan dan pengetahuan yang cukup agar dapat menikmatinya. Mountain sickness dapat terjadi pada siapapun, laki-laki atau wanita, oleh karena itu berhati-hatilah dalam mendaki gunung.
Bukan hanya menyiapkan tulisan atau bendera untuk berfoto di puncak, yang lebih penting adalah siapkan fisik dan mental.
Baca juga ceritaku selengkapnya tentang pendakian ini disini.. ^^