Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Sebelas Maret Surakarta yang targabung dalam Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Surakarta kembali mengadakan event tahunan berupa penggalangan dana untuk membantu Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina. Sedikit berbeda dengan tahun lalu, bentuk penggalangan dana tahun ini adalah beruba acara talkshow yang bertema "SEJUTA CINTA UNTUK PALESTINA". Dalam talkshow tersebut kami mengundang pembicara yaitu: dr. Abdul Mughni Rozy, Sp.B (relawan Gaza dari MER-C Semarang) dan dr. Henry Hidayatullah (salah satu pendiri MER-C Indonesia, relawan Gaza).
Susunan acara pada penggalangan dana kali ini adalah: Talk show, membahas latar bellakang konflik Palestina-Israel dan update pembangunan RS Indonesia di Gaza.
Penggalangan dana akan dilaksanakan pada hari Ahad, 10 Maret 2013 di Masjid Agung Surakarta!
HTM : FREE
Fasilitas: Ilmu, sticker, free konsumsi untuk 400 pendatang pertama!
Siapkan infaq terbaik Anda!!
No Rekening: BCA 686.0153678, Bank Syariah Mandiri 009.0121.773
a.n. Medical Emergency Rescue Committe
CP: 085643349965 (Bima)
Sabtu, 23 Februari 2013
PENGGALANGAN DANA UNTUK GAZA
Label:
hot issue
Jumat, 15 Februari 2013
Gaya Bercinta Tentukan Jenis Kelamin Anak
Banyak mitos tentang hubungan intim dan kehamilan yang berkembang di masyarakat dan bahkan seringkali dianggap sebagai kebenaran. Karena dianggap benar maka perilaku masyarakat juga dipengaruhi dan mengikuti informasi yang salah sesuai dengan mitos itu. Salah satu mitos yang sering beredar adalah yang mengaitkan posisi bercinta dengan jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan. Konon kalau posisi lelaki ketika melakukan hubungan intim dimulai dari kiri dan diakhiri di sebelah kanan, maka bayi laki-laki yang akan dilahirkan. Sebaliknya, bila hubungan intim dimulai dari sisi kanan dan diakhiri di sisi kiri, maka bayi perempuan yang akan dilahirkan.
Tentu saja informasi ini salah dan tidak benar. Masih banyak mitos lainnya, misalnya jenis kelamin anak pertama tergantung pada siapa yang jatuh cinta lebih dulu. Bila si ayah yang duluan jatuh cinta pada ibu maka pasangan tersebut akan dikaruniai anak laki-laki. Mitos tersebut terdengar lucu, tapi itulah mitos-mitos yang berkembang tentang cara mendapatkan anak dengan jenis kelamin yang kita inginkan. Sebenarnya yang paling menentukan dalam penentuan jenis kelamin anak adalah sperma dari pria.
Sperma pria mengandung kromosom X dan kromosom Y, sedangkan sel telur wanita hanya mengandung kromosom X. Jadi untuk mendapatkan anak laki-laki, diperlukan pasangan kromosom X dan Y, sedangkan untuk mendapatkan anak perempuan dibutuhkan kromosom X dan X.
Sperma X berukuran lebih besar dan mempunyai daya hidup yang lebih lama (5-6 hari), namun bergerak lebih lambat. Sedangkan sperma Y berukuran lebih kecil, lebih cepat mati, namun bergerak lebih cepat. Jadi pada dasarnya, untuk mendapatkan anak perempuan lakukan posisi bercinta yang dapat memperlambat sperma masuk ke rahim dan saluran telur sedangkan untuk mendapatkan anak laki-laki, saat bercinta diarahkan agar penis mencapai vagina secara penuh dimana posisi tersebut dapat mempercepat masuknya sperma ke dalam vagina, rahim, dan saluran telur sehingga sperma Y akan melewati lingkungan asam di vagina dan dapat secara cepat mencapai sel telur. Perlu diketahui, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelahiran anak dengan jenis kelamin laki-laki memiliki kemungkinan yang lebih tinggi, yaitu mencapai 51%.
Ada beberapa metode ilmiah yang bisa kita terapkan untuk mendapatkan jenis kelamin anak sesuai dengan yang kita inginkan.
Teori Akihito
Teori ini menegaskan pada kapan waktu bercinta. Hasil penelitian menunjukkan masing-masing kromosom memiliki karakter sendiri-sendiri. Sperma Y berbentuk bundar, ukurannya lebih kecil atau sekitar sepertiga kromosom X, bersinar terang, jalannya lebih cepat, dan usianya lebih pendek serta kurang tahan dalam suasana asam. Sedangkan sperma X ukurannya lebih besar, berjalan lamban, bentuknya lebih panjang, dan dapat bertahan hidup lebih lama serta lebih tahan suasana asam. Dari data itu bisa disimpulkan jika ingin memperoleh anak laki-laki maka hubungan intim harus dilakukan bertepatan atau segera setelah terjadi ovulasi (saat keluarnya sel telur dari indung telur atau masa subur). Dengan begitu, sperma Y yang masuk ke dalam rahim dapat langsung membuahi sel telur. Sedangkan untuk mendapatkan anak perempuan, hubungan intim sebaiknya dilakukan sebelum ovulasi terjadi. Misalnya, ovulasi diperkirakan terjadi pada tanggal 10. Oleh karena itu, hubungan intim sebaiknya dilakukan 3 hari sebelumnya, sehingga pada saat ovulasi terjadi tinggal sperma X yang masih hidup dan membuahi sel telur. Metode ini memang tidak praktis karena pasangan harus tahu saat tepat berlangsungnya ovulasi. Padahal untuk mengetahui hal itu seorang wanita harus mengukur suhu tubuhnya selama 3 bulan berturut-turut. Proses pengukurannya pun tidak boleh salah, yakni dengan meletakkan termometer khusus di mulut setiap pagi sebelum turun dari tempat tidur. Hasil pengukuran itu dicatat dalam sebuah tabel. Bila suatu hari, suhu tubuh menunjukkan peningkatan, berarti saat itulah ovulasi sedang terjadi.
Sayangnya, bagi wanita yang siklus haidnya tidak teratur, hal ini tentu sulit dilakukan. Keakuratan metode ini juga rendah karena biar bagaimana pun kita tidak tahu apakah sperma X atau Y yang berhasil membuahi sel telur. Selain cara medis diatas, ada beberapa cara praktis yang diyakini dapat membuat pasangan memperoleh anak dengan jenis kelamin yang diidam-idamkan.
MENDAPATKAN ANAK LAKI-LAKI
Larutan untuk membilas dibuat dari campuran 1 gelas air + 2 sendok makan garam soda (natrium bikarbonat soda). Mengapa harus dibilas seperti itu? Seperti sudah disebutkan, kromosom X bersifat lebih tahan asam sedangan kromosom Y bersifat kurang tahan asam serta jalannya lebih cepat. Nah, pembilasan vagina dengan larutan garam soda (bersifat basa) bertujuan menurunkan kadar keasaman vagina, sehingga sperma Y lebih terjamin hidupnya dan bisa melewati liang vagina menuju rahim untuk membuahi sel telur.
Biarkan istri mencapai orgasme lebih dahulu baru disusul suami. Cairan yang dihasilkan saat wanita mengalami orgasme akan lebih mendukung pergerakan sperma Y untuk lebih cepat sampai ke sel telur. Semakin cepat sampai akan semakin baik, karena usia sperma Y lebih pendek.
* Posisi Knee-Chest
Ada posisi yang diduga bisa membuat sperma Y meluncur cepat melalui liang vagina, rahim, dan sampai ke sel telur, yaitu posisi knee-chest. Posisi dimana suami bersetubuh dengan istri dari belakang ini disebut juga doggie style.
* Penetrasi Dalam
Semakin dalam penetrasi, maka semakin dekat jarak yang ditempuh sperma menuju sel telur. Bila suami bisa menekan sedalam-dalamnya saat ejakulasi berlangsung, hal ini bisa meningkatkan kemungkinan mendapat anak laki-laki.
Untuk meningkatkan kuantitas volume spermanya, suami dianjurkan menabung spermanya atau tidak melakukan ejakulasi sekitar 7-8 hari. Dengan jumlah sperma yang lebih banyak per mililiternya, kemungkinan mendapatkan anak laki-laki juga meningkat.
Puasa bercinta juga bertujuan menghindari kemungkinan tertinggalnya sperma X dari hubungan intim yang dilakukan beberapa hari sebelum masa ovulasi. Bila ada sperma X tertinggal dalam organ reproduksi wanita, begitu tiba masa ovulasi, ia dapat langsung membuahi sel telur. Berarti anak perempuanlah yang akan didapat. Sedangkan jika dalam seminggu sebelumnya puasa bercinta dijalankan, maka sperma Y memiliki kesempatan yang besar untuk membuahi sel telur.
MEMPEROLEH ANAK PEREMPUAN
Untuk meningkatkan kadar keasaman vagina, basuhlah daerah itu dengan 1 gelas air yang sudah dicampur 2 sendok makan asam cuka. Lingkungan vagina bersuasana asam diharapkan dapat mematikan sperma Y sehingga sperma X selamat sampai tujuan. Volume sperma X yang banyak dapat meningkatkan kemungkinan mendapatkan anak perempuan.
* Hindari Orgasme
Saat melakukan hubungan intim, usahakan agar ejakulasi terjadi sebelum istri mencapai orgasme. Tanpa orgasme, sekresi alkalis (pengeluaran substansi yang membuat daerah vagina bersifat basa) tidak terjadi dan ini akan membuat sperma Y mati sehingga menguntungkan sperma X yang punya daya tahan lebih baik.
* Posisi Muka Bertemu Muka
Hubungan intim dengan posisi saling berhadapan, istri di bawah dan suami di atas sebetulnya membuat sperma tidak bisa langsung menerobos ke mulut serviks (leher rahim). Dengan begitu waktu yang dibutuhkan sperma pun akan lebih lama dan hal ini lebih menguntungkan sperma X.
* Penetrasi Pendek
Penetrasi pendek dilakukan dengan cara mengangkat penis hingga ke ujung vagina saat suami mengalami ejakulasi. Tindakan ini berarti memperpanjang jarak sperma ke sel telur yang diduga akan menambah persentase kesempatan sperma X mengingat daya tahannya yang lebih kuat dari sperma Y.
Dengan bercinta teratur, volume sperma yang keluar otomatis lebih sedikit karena tidak ada sperma yang ditabung. Hal ini diyakini akan meningkatkan kemungkinan mendapatkan anak perempuan. Kenapa? Sebelum mencapai sel telur, sperma harus melalui perjalanan berat. Sebagian sel sperma akan mati di perjalanan, terutama sperma Y yang berumur pendek. Akhirnya semakin lama jumlahnya akan semakin sedikit. Nah, untuk mendapatkan volume sperma yang sedikit, hubungan intim sebaiknya dilakukan setelah haid, setiap 2 hari sekali hingga 2-3 hari menjelang ovulasi. Dengan begitu, sperma X yang tahan lebih lama mungkin saja banyak yang masih tertinggal dan akan membuahi sel telur begitu ovulasi terjadi.
Hal yang perlu diketahui adalah semua metode hanya dapat meningkatkan persentase keberhasilan. Tidak ada yang bisa menjamin 100 % bahwa nanti yang keluar pasti bayi laki-laki atau bayi perempuan. Selamat mencoba!
Penulis: Arie Yulianto, dr.
Penulis: Arie Yulianto, dr.
Kamis, 14 Februari 2013
Pacaran?
Kata pacaran sudah menjadi hal yang umum pada masyarakat. Tradisi pacaran yang terjadi sekarang ini banyak dipengaruhi oleh media massa yang menyebarkan adegan mesra ataupun lirik lagu romantisme yang mendominasi media elektronik seperti televisi, radio, dan internet. Akibatnya, kegiatan berpacaran yang telah nyata melanggar norma hukum, norma agama, maupun norma sosial di Indonesia masih terjadi dan dilakukan oleh orang-orang yang sebenarnya belum siap untuk memulai hubungan pacaran.
Jadi, kapan seseorang sudah siap untuk memulai hubungan pacaran? Yuk, pertama kita lihat dari arti pacaran dahulu!
APAKAH PACARAN ITU?
Menurut tayangan media massa, pacaran seringkali diartikan sebagai teman khusus, atau hubungan yang sengat dekat dengan antara laki-laki dan perempuan yang saling tertarik, sehingga membuat mereka selalu melakukan segala sesuatu bersama-sama. Ada juga anggapan bahwa pacaran hanya dianggap sebagai suatu kegiatan untuk sekedar bersenang-senang. Benarkah demikian? Sebenarnya apa yang dimaksud dengan pacaran?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga, yang dikenal dengan pernikahan. Yang disebut pacar adalah teman lawan jenis yang mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih.
Konsep dari pacaran di berbagai tempat berbeda. Ide yang paling umum adalah dua orang mencoba suatu hubungan dan menjajaki apakah mereka cocok untuk pergi keluar bersama di depan publik sebagai pasangan. Masa pacaran dapat dilihat sebagai pendahulu untuk pertunangan atau pernikahan.
TUJUAN DARI BERPACARAN
Jika hendak memulai sesuatu, tentunya pertama dilihat dari tujuannya. Apa tujuan dari berpacaran itu? Pacaran sebenarnya adalah suatu tahap dalam kehidupan seseorang dimana kedua orang yang sudah siap, baik dari segi biologis, psikologis, maupun sisi sosial-budaya untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi pernikahan. Tujuan utama dari pacaran adalah untuk menjajaki adanya kemungkinan untuk melanjutkan ke hubungan pernikahan.
Selain itu, ada beberapa tujuan lain, yakni :
KESIAPAN UNTUK PACARAN, DITINJAU DARI BERBAGAI SISI
Biarpun arti dari pacaran adalah suatu tahap sebelum pernikahan, realitas berbicara lain. Pada kenyataannya, penerapan proses tersebut masih sangat jauh dari tujuan yang sebenarnya. Manusia yang belum cukup umur dan masih jauh dari kata siap untuk pacaran telah dengan nyata membiasakan tradisi yang semestinya tidak mereka lakukan. Jadi, kapan seseorang dikatakan siap untuk pacaran? Mari kita lihat dari berbagai sisi.
Sisi Biologis
Dilihat dari tujuan berpacaran yakni untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan, berarti seseorang dikatakan siap untuk berpacaran jika keduanya menjadi sebagai pria dan wanita dewasa. Seseorang dapat dikatakan sebagai pria atau wanita dewasa secara fisik merupakan suatu proses, yang diawali ketika seseorang memasuki masa pubertas. Pada masa tersebut, mulai timbul rasa tertarik dengan lawan jenis karena hormon-hormon seksual, seperti testosterone, androgen, estrogen dan progesterone mulai aktif bekerja. Akibatnya, mulai terjadi perkembangan seksual sekunder.
Pada pria, perkembangan seks sekunder ditandai dengan timbulnya kumis, suara menjadi lebih berat, timbul jakun, otot-ototnya yang lebih kekar, dan dimulainya produksi sperma yang dikeluarkan secara sehat melalui mimpi basah. Pada wanita, perkembangan tersebut ditandai dengan panggul dan payudara yang membesar, suara yang lembut, dan timbulnya menstruasi.
Walaupun perkembangan tersebut mulai terjadi pada usia 12-14 tahun (pada wanita) dan 13-15 tahun (pada pria), kondisi perkembangan seksual sekunder ini akan sempurna saat wanita berusia 16-17 tahun dan pria berusia 18-20 tahun.
Sisi Psikologis
Dari sisi psikologis , ada beberapa teori yang berkaitan dengan tumbuh kembang individu, termasuk kesiapannya untuk memulai hubungan pacaran.
Dilihat dari Teori Perkembangan Fisik, saat tepat adalah pada periode dewasa awal (early adulthood). Periode ini berkisar pada usia 18-40 tahun, dan tampak individu telah belajar dengan sungguh-sungguh untuk masa depannya; mulai memilih pasangan hidup dan pengaruh teman sebaya telah berkurang serta cita-cita menjadi lebih realistis.
Menurut Teori Perkembangan Seksual dari Freud, seseorang siap untuk memasuki tahap pacaran jika perkembangan seksualnya telah sempurna. Proses perkembangan seksual terjadi pada fase genital, yang terdiri dari fase pubertas (11-13 tahun), fase adolescence (14-18 tahun), dan fase dewasa (18 tahun ke atas). Pada fase pubertas dan adolescence, seseorang sudah mampu melakukan heterosexual relationship, walaupun secara sosial masih belum mampu.
Menurut Teori Perkembangan Psikososial oleh Erickson, seseorang siap untuk memasuki tahap pacaran ketika sudah masuk ke fase Young Adulthood atau fase perkembangan dewasa (18-40 tahun). Fase ini merupakan fundamental dari masa dewasa. Pada fase ini polaritas seksual harus mantap, dan individu dituntut harus mampu untuk mengadakan hubungan seks dengan sesama orang dewasa yang berlainan seks. Individu pun harus mampu membagi kasih dan perhatian terhadap orang lain.
Pada fase ini, individu memasuki dunia dewasa dan diberi kebebasan sebagai orang dewasa, namun mempunyai kewajiban dan tanggung jawab atas segala perbuatannya. Adapun tugas perkembangan yang harus diemban adalah melaksanakan rencana hidup, memilih pasangan (jodoh), dan memilih suatu pekerjaan untuk kehidupannya. Pada fase ini, seorang individu harus lebih serius dalam kehidupan di masyarakat dan bertanggung jawab penuh.
Freud menungukapkan pernyataan : “Lieben and Arbaiten†(Lieben = intimacy, sexual partner mutuality; Arbaiten = tugas yang spesifik, harus menjurus ke arah karier) pada fase ini. Lieben und Arbaiten mengandung arti bahwa orang dewasa yang siap membentuk hubungan intim dengan orang lain (menjadi partner).
Sisi Sosial dan Budaya
Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya dan sangat dipengaruhi oleh tradisi individu-individu dalam masyarakat yang terlibat. Perbedaan tradisi dalam pacaran, sangat dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan yang dianut oleh seseorang. Bahkan ada beberapa budaya dan lingkungan yang tidak mengenal kata pacaran, tetapi langsung pada pertunangan, bahkan langsung pernikahan tanpa melalui tahap pacaran dan pertunangan.
Jadi, Kapan Aku Siap untuk Pacaran?
Seseorang harus mempersiapkan dirinya dengan baik sebelum memulai hubungan pacaran. Berbagai konsekuensi dalam berpacaran haruslah sudah dipertimbangkan terlebih dahulu. Jika hendak memulai hubungan pacaran, haruslah dipertimbangkan :
Apakah sudah siap untuk berkomitmen?
Jika pacaran hanya atas dasar perasaan/romantisme, lebih baik dijajaki lebih dahulu melalui hubungan persahabatan. Perasaan merupakan sesuatu yang tidak stabil. Ada saatnya kita membenci orang yang kita cintai, dan pada akhirnya berakibat pada sakit hati, rasa rendah diri, dan hanya menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
Jika pacaran dilakukan untuk menambah koleksi, lebih baik dipikirkan ulang. Kebanggaan diri karena pernah berpacaran ataupun pernah memiliki pacar banyak hanyalah kebanggaan semu. Justru orang lain akan menganggap orang yang memiliki banyak pacar adalah orang yang murahan. Kadang pada saat seseorang mempertimbangkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, orang tua pasangan atau bahkan pasangan sendiri mungkin akan berpikir ulang karena melihat sejarah seseorang sebagai playboy atau playgirl.
Apakah sudah siap untuk berpikir ke arah pernikahan?
Salah satu saat untuk memulai hubungan pacaran adalah ketika sudah siap untuk menikah. Tujuan utama pacaran memang untuk menjajaki kemungkinan akan hubungan yang lebih lanjut sampai pernikahan. Jika memang belum siap, lebih baik dimulai dari hubungan persahabatan tanpa perlu menginjak ke hubungan yang lebih jauh. Perasaan gengsi terhadap teman-teman yang sudah berpacaran sehingga ikut berlomba-lomba mencari pacar hanya akan merugikan diri sendiri.
Apakah sudah mengenal sifat-sifatnya melalui persahabatan, dan siap untuk menerima orang tersebut apa adanya?
Tanpa disadari persiapan yang mantap, pacaran hanya menjadi ajang coba-coba. Hal ini sangat berbahaya karena pacaran akan kehilangan makna dan bisa terjerumus kedalam hal-hal yang tidak diinginkan atau dibayangkan pada awalnya.
Ditinjau dari sisi biologis dan psikologis, seseorang dikatakan sudah siap untuk berpacaran saat sudah menginjak usia dewasa, dimana usia 18 dianggap sebagai usia yang menandai masa kedewasaan. Namun, usia tidak menjadi satu-satunya patokan. Seseorang dapat menjadi bertambah tua tanpa bertumbuh dewasa. Karena itu, karakter, kepribadian, interaksi sosial, dan perkembangan individu masing-masing yang paling menentukan kapan seseorang siap untuk pacaran.
DAMPAK KETIKA TIDAK SIAP PACARAN…
Bagaimana jika seseorang yang belum siap memulai hubungan pacaran? Dampaknya akan berpengaruh pada kondisi fisik maupun mental. Seseorang yang tidak siap dalam kehidupan berpacaran dapat mengalami :
Sumber :
Cindy Lestari, dr.
Dokter Klinik Kirana Karadenan, Bogor (Senin, Selasa, Jumat), Dokter Klinik Kirana2 Karadenan Bogor (Sabtu)
Jadi, kapan seseorang sudah siap untuk memulai hubungan pacaran? Yuk, pertama kita lihat dari arti pacaran dahulu!
APAKAH PACARAN ITU?
Menurut tayangan media massa, pacaran seringkali diartikan sebagai teman khusus, atau hubungan yang sengat dekat dengan antara laki-laki dan perempuan yang saling tertarik, sehingga membuat mereka selalu melakukan segala sesuatu bersama-sama. Ada juga anggapan bahwa pacaran hanya dianggap sebagai suatu kegiatan untuk sekedar bersenang-senang. Benarkah demikian? Sebenarnya apa yang dimaksud dengan pacaran?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga, yang dikenal dengan pernikahan. Yang disebut pacar adalah teman lawan jenis yang mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih.
Konsep dari pacaran di berbagai tempat berbeda. Ide yang paling umum adalah dua orang mencoba suatu hubungan dan menjajaki apakah mereka cocok untuk pergi keluar bersama di depan publik sebagai pasangan. Masa pacaran dapat dilihat sebagai pendahulu untuk pertunangan atau pernikahan.
TUJUAN DARI BERPACARAN
Jika hendak memulai sesuatu, tentunya pertama dilihat dari tujuannya. Apa tujuan dari berpacaran itu? Pacaran sebenarnya adalah suatu tahap dalam kehidupan seseorang dimana kedua orang yang sudah siap, baik dari segi biologis, psikologis, maupun sisi sosial-budaya untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi pernikahan. Tujuan utama dari pacaran adalah untuk menjajaki adanya kemungkinan untuk melanjutkan ke hubungan pernikahan.
Selain itu, ada beberapa tujuan lain, yakni :
- Untuk bertumbuh secara sosial, emosional dan rohani
- Untuk belajar bagaimana berkomunikasi
- Untuk memenuhi kebutuhan mencintai dan dicintai
KESIAPAN UNTUK PACARAN, DITINJAU DARI BERBAGAI SISI
Biarpun arti dari pacaran adalah suatu tahap sebelum pernikahan, realitas berbicara lain. Pada kenyataannya, penerapan proses tersebut masih sangat jauh dari tujuan yang sebenarnya. Manusia yang belum cukup umur dan masih jauh dari kata siap untuk pacaran telah dengan nyata membiasakan tradisi yang semestinya tidak mereka lakukan. Jadi, kapan seseorang dikatakan siap untuk pacaran? Mari kita lihat dari berbagai sisi.
Sisi Biologis
Dilihat dari tujuan berpacaran yakni untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan, berarti seseorang dikatakan siap untuk berpacaran jika keduanya menjadi sebagai pria dan wanita dewasa. Seseorang dapat dikatakan sebagai pria atau wanita dewasa secara fisik merupakan suatu proses, yang diawali ketika seseorang memasuki masa pubertas. Pada masa tersebut, mulai timbul rasa tertarik dengan lawan jenis karena hormon-hormon seksual, seperti testosterone, androgen, estrogen dan progesterone mulai aktif bekerja. Akibatnya, mulai terjadi perkembangan seksual sekunder.
Pada pria, perkembangan seks sekunder ditandai dengan timbulnya kumis, suara menjadi lebih berat, timbul jakun, otot-ototnya yang lebih kekar, dan dimulainya produksi sperma yang dikeluarkan secara sehat melalui mimpi basah. Pada wanita, perkembangan tersebut ditandai dengan panggul dan payudara yang membesar, suara yang lembut, dan timbulnya menstruasi.
Walaupun perkembangan tersebut mulai terjadi pada usia 12-14 tahun (pada wanita) dan 13-15 tahun (pada pria), kondisi perkembangan seksual sekunder ini akan sempurna saat wanita berusia 16-17 tahun dan pria berusia 18-20 tahun.
Sisi Psikologis
Dari sisi psikologis , ada beberapa teori yang berkaitan dengan tumbuh kembang individu, termasuk kesiapannya untuk memulai hubungan pacaran.
Dilihat dari Teori Perkembangan Fisik, saat tepat adalah pada periode dewasa awal (early adulthood). Periode ini berkisar pada usia 18-40 tahun, dan tampak individu telah belajar dengan sungguh-sungguh untuk masa depannya; mulai memilih pasangan hidup dan pengaruh teman sebaya telah berkurang serta cita-cita menjadi lebih realistis.
Menurut Teori Perkembangan Seksual dari Freud, seseorang siap untuk memasuki tahap pacaran jika perkembangan seksualnya telah sempurna. Proses perkembangan seksual terjadi pada fase genital, yang terdiri dari fase pubertas (11-13 tahun), fase adolescence (14-18 tahun), dan fase dewasa (18 tahun ke atas). Pada fase pubertas dan adolescence, seseorang sudah mampu melakukan heterosexual relationship, walaupun secara sosial masih belum mampu.
Menurut Teori Perkembangan Psikososial oleh Erickson, seseorang siap untuk memasuki tahap pacaran ketika sudah masuk ke fase Young Adulthood atau fase perkembangan dewasa (18-40 tahun). Fase ini merupakan fundamental dari masa dewasa. Pada fase ini polaritas seksual harus mantap, dan individu dituntut harus mampu untuk mengadakan hubungan seks dengan sesama orang dewasa yang berlainan seks. Individu pun harus mampu membagi kasih dan perhatian terhadap orang lain.
Pada fase ini, individu memasuki dunia dewasa dan diberi kebebasan sebagai orang dewasa, namun mempunyai kewajiban dan tanggung jawab atas segala perbuatannya. Adapun tugas perkembangan yang harus diemban adalah melaksanakan rencana hidup, memilih pasangan (jodoh), dan memilih suatu pekerjaan untuk kehidupannya. Pada fase ini, seorang individu harus lebih serius dalam kehidupan di masyarakat dan bertanggung jawab penuh.
Freud menungukapkan pernyataan : “Lieben and Arbaiten†(Lieben = intimacy, sexual partner mutuality; Arbaiten = tugas yang spesifik, harus menjurus ke arah karier) pada fase ini. Lieben und Arbaiten mengandung arti bahwa orang dewasa yang siap membentuk hubungan intim dengan orang lain (menjadi partner).
Sisi Sosial dan Budaya
Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya dan sangat dipengaruhi oleh tradisi individu-individu dalam masyarakat yang terlibat. Perbedaan tradisi dalam pacaran, sangat dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan yang dianut oleh seseorang. Bahkan ada beberapa budaya dan lingkungan yang tidak mengenal kata pacaran, tetapi langsung pada pertunangan, bahkan langsung pernikahan tanpa melalui tahap pacaran dan pertunangan.
Jadi, Kapan Aku Siap untuk Pacaran?
Seseorang harus mempersiapkan dirinya dengan baik sebelum memulai hubungan pacaran. Berbagai konsekuensi dalam berpacaran haruslah sudah dipertimbangkan terlebih dahulu. Jika hendak memulai hubungan pacaran, haruslah dipertimbangkan :
Apakah sudah siap untuk berkomitmen?
Jika pacaran hanya atas dasar perasaan/romantisme, lebih baik dijajaki lebih dahulu melalui hubungan persahabatan. Perasaan merupakan sesuatu yang tidak stabil. Ada saatnya kita membenci orang yang kita cintai, dan pada akhirnya berakibat pada sakit hati, rasa rendah diri, dan hanya menyakiti diri sendiri maupun orang lain.
Jika pacaran dilakukan untuk menambah koleksi, lebih baik dipikirkan ulang. Kebanggaan diri karena pernah berpacaran ataupun pernah memiliki pacar banyak hanyalah kebanggaan semu. Justru orang lain akan menganggap orang yang memiliki banyak pacar adalah orang yang murahan. Kadang pada saat seseorang mempertimbangkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, orang tua pasangan atau bahkan pasangan sendiri mungkin akan berpikir ulang karena melihat sejarah seseorang sebagai playboy atau playgirl.
Apakah sudah siap untuk berpikir ke arah pernikahan?
Salah satu saat untuk memulai hubungan pacaran adalah ketika sudah siap untuk menikah. Tujuan utama pacaran memang untuk menjajaki kemungkinan akan hubungan yang lebih lanjut sampai pernikahan. Jika memang belum siap, lebih baik dimulai dari hubungan persahabatan tanpa perlu menginjak ke hubungan yang lebih jauh. Perasaan gengsi terhadap teman-teman yang sudah berpacaran sehingga ikut berlomba-lomba mencari pacar hanya akan merugikan diri sendiri.
Apakah sudah mengenal sifat-sifatnya melalui persahabatan, dan siap untuk menerima orang tersebut apa adanya?
Tanpa disadari persiapan yang mantap, pacaran hanya menjadi ajang coba-coba. Hal ini sangat berbahaya karena pacaran akan kehilangan makna dan bisa terjerumus kedalam hal-hal yang tidak diinginkan atau dibayangkan pada awalnya.
Ditinjau dari sisi biologis dan psikologis, seseorang dikatakan sudah siap untuk berpacaran saat sudah menginjak usia dewasa, dimana usia 18 dianggap sebagai usia yang menandai masa kedewasaan. Namun, usia tidak menjadi satu-satunya patokan. Seseorang dapat menjadi bertambah tua tanpa bertumbuh dewasa. Karena itu, karakter, kepribadian, interaksi sosial, dan perkembangan individu masing-masing yang paling menentukan kapan seseorang siap untuk pacaran.
DAMPAK KETIKA TIDAK SIAP PACARAN…
Bagaimana jika seseorang yang belum siap memulai hubungan pacaran? Dampaknya akan berpengaruh pada kondisi fisik maupun mental. Seseorang yang tidak siap dalam kehidupan berpacaran dapat mengalami :
- Depresi tingkat ringan sampai berat, bahkan sampai mencoba bunuh diri jika mengalami keadaan yang disebut sebagai putus hubungan. Hal tersebut dapat terjadi karena seseorang menggantungkan hidupnya pada pacarnya, sehingga identitas dirinya berdasarkan pacar yang dimilikinya.
- Menganggu kegiatan sehari-hari dan masa depan karena masih mudah terpengaruh oleh pacar ataupun tidak bisa menjaga perasaan sehingga menimbulkan emotional dependency. Jika pacar sedikit saja tidak menepati waktu atau tidak memberi kabar , perasaan takut dan cemas mulai membayangi sehingga menganggu kegiatan sehari-hari.
- Bisa menjurus ke arah yang tidak diinginkan, yakni penganiayaan sampai pada hubungan seksual bebas. Dalam hal ini, biasanya pihak perempuan yang paling dirugikan, walaupun tidak menutup kemungkinan pihak laki-laki menjadi korban juga.
Sumber :
- Kamus Besar Bahasia Indonesia, Edisi Ketiga, 2002:807
- Dharmady, Agus Sp. KJ. Siklus Kehidupan dan Perkembangan Individu. 2003. Edisi Pertama. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
- Joshua Harris. Boy Meets Girls. 2000. Multnomah Books, division of Random House, Inc. Colorado USA
Cindy Lestari, dr.
Dokter Klinik Kirana Karadenan, Bogor (Senin, Selasa, Jumat), Dokter Klinik Kirana2 Karadenan Bogor (Sabtu)
Biokimia "Jatuh Cinta"
Berbicara tentang cinta(hmm) maka setiap orang pasti akan menganggukkan kepala dan kemudian menggeleng.-,- Anggukan kepala pertama adalah isyarat yang diberikan untuk menyatakan “Oh yaaa, aku pernah mengalaminya”. Setelah itu, ia akan menggeleng karena walaupun sudah berkali-kali jatuh cinta, ia masih tidak mengerti gejala-gejalanya. Yup, memang benar, seperti sebuah lirik lagu ‘jatuh cinta berjuta rasanya’. Gejala jatuh cinta memang sangat luas setiap orang berbeda-beda, bahkan dapat saja bervariasi pada seseorang dalam kesempatan yang berlainan. Di satu sisi, seseorang yang jatuh cinta dapat menjadi lebih percaya diri, lebih kuat atau lebih berani. Namun, di sisi lain, cinta dapat membuat seorang atlet angkat besi menjadi lemas dan tak mampu bahkan mengangkat badannya sendiri, atau membuat seorang pembicara profesional dapat tiba-tiba kelu lidahnya dan tidak mampu menghasilkan kata apapun. Seorang ahli biokimia molekuler mungkin tidak lagi melihat urutan basa nitrogen penyusun DNA sebagai A, T, G, dan C, tapi menjadi urutan C, I, N, T, dan A yang berulang-ulang dalam tiap intron dan ekson. Begitulah memang cinta, membuat banyak hal menjadi irasional..wowww..ckckck
Lalu, pertanyaan-pertanyaan mulai muncul. Apakah ada penjelasan rasional dari cinta? Mengapa seseorang bisa jatuh cinta? Biokimia mencoba menjawab sebagian dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Secara biokimia, rasa cinta berhubungan dengan suatu hormon yaitu norephinephrin. Norephinefrin merupakan salah satu senyawa turunan feniletilamin. Norephinefrin dihasilkan oleh medula adrenal, yaitu merupakan perpanjangan dari sistem saraf parasimpatik yang terdapat di otak. Norephinefrin dibentuk melalui tiga tahap dari prekursornya berupa asam amino tirosin. Tahap pertama yaitu hidroksilasi tirosin membentuk dopa. Tahap kedua yaitu dekarboksilasi dopa membentuk dopamin. Tahap ketiga yaitu hidroksilasi rantai samping dopamin menghasilkan norephinefrin.
Norepinefrin bekerja dengan cara terikat pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel-sel hati. Pengikatan antara norepinefrin dan reseptor tersebut memicu terbentuk cAMP sebagai second messenger di dalam sel. Banyak hal yang dipengaruhi oleh cAMP tersebut. Salah satu diantaranya adalah memicu terjadinya reaksi kaskade yang pada akhirnya mengaktifkan protein kinase A (PKA). Protein kinase A tersebut akan secara langsung ataupun tidak akan memfosforilasi berbagai protein salah satunya ezim glikogen fosforilase. Enzim ini menyebabkan glikogen terfosforilasi dan aktif untuk dihidrolisis menghasilkan glukosa-1-fosfat. Glukosa-1-fosfat dapat diubah oleh sel-sel lain melalui glikolisis untuk menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Mungkin hal ini lah yang menyebabkan orang-orang yang jatuh cinta memiliki energi yang lebih banyak dibandingkan orang yang tidak jatuh cinta.
Norepinefrin dan hormon turunannya seperti epinefrin juga diketahui dapat memicu kontraksi jaringan otot, baik itu otot rangka, atau otot jantung melalui mekanisme serupa. Hal ini mungkin sedikit menjelaskan mengapa pada beberapa orang yang jatuh cinta tiba-tiba jantungnya berdetak kencang, dan lidahnya menjadi kelu saat berbicara.
Dalam beberapa penelitian lebih lanjut, pemberian norepinefrin pada beberapa penderita depresi dalam dosis tertentu dapat menyebabkan 60% penderita dapat terlepas dari depresi. Penderita juga mengalami perbaikan dalam hal energi, konsentrasi dan mood. Orang yang jatuh cinta secara alami akan meningkatkan produksi norepinefrin di dalam tubuh. Norepinefrin ini akan dapat bertindak sebagai neurotransmitter yang memberikan efek serupa dengan narkotika. Norepinefrin menyampaikan pesan bahagia di otak. Hal ini menyebabkan terbentuknya senyum di wajah orang-orang yang sedang jatuh cinta.
Apakah teman2 juga seperti itu saat jatuh cinta??kalo iyaa,,berarti normal.. kalo enggak????
Penulis:
Pramudita Putri Kusuma
Mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas MIPA UNS 2011
Lalu, pertanyaan-pertanyaan mulai muncul. Apakah ada penjelasan rasional dari cinta? Mengapa seseorang bisa jatuh cinta? Biokimia mencoba menjawab sebagian dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Secara biokimia, rasa cinta berhubungan dengan suatu hormon yaitu norephinephrin. Norephinefrin merupakan salah satu senyawa turunan feniletilamin. Norephinefrin dihasilkan oleh medula adrenal, yaitu merupakan perpanjangan dari sistem saraf parasimpatik yang terdapat di otak. Norephinefrin dibentuk melalui tiga tahap dari prekursornya berupa asam amino tirosin. Tahap pertama yaitu hidroksilasi tirosin membentuk dopa. Tahap kedua yaitu dekarboksilasi dopa membentuk dopamin. Tahap ketiga yaitu hidroksilasi rantai samping dopamin menghasilkan norephinefrin.
Norepinefrin bekerja dengan cara terikat pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel-sel hati. Pengikatan antara norepinefrin dan reseptor tersebut memicu terbentuk cAMP sebagai second messenger di dalam sel. Banyak hal yang dipengaruhi oleh cAMP tersebut. Salah satu diantaranya adalah memicu terjadinya reaksi kaskade yang pada akhirnya mengaktifkan protein kinase A (PKA). Protein kinase A tersebut akan secara langsung ataupun tidak akan memfosforilasi berbagai protein salah satunya ezim glikogen fosforilase. Enzim ini menyebabkan glikogen terfosforilasi dan aktif untuk dihidrolisis menghasilkan glukosa-1-fosfat. Glukosa-1-fosfat dapat diubah oleh sel-sel lain melalui glikolisis untuk menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Mungkin hal ini lah yang menyebabkan orang-orang yang jatuh cinta memiliki energi yang lebih banyak dibandingkan orang yang tidak jatuh cinta.
Norepinefrin dan hormon turunannya seperti epinefrin juga diketahui dapat memicu kontraksi jaringan otot, baik itu otot rangka, atau otot jantung melalui mekanisme serupa. Hal ini mungkin sedikit menjelaskan mengapa pada beberapa orang yang jatuh cinta tiba-tiba jantungnya berdetak kencang, dan lidahnya menjadi kelu saat berbicara.
Dalam beberapa penelitian lebih lanjut, pemberian norepinefrin pada beberapa penderita depresi dalam dosis tertentu dapat menyebabkan 60% penderita dapat terlepas dari depresi. Penderita juga mengalami perbaikan dalam hal energi, konsentrasi dan mood. Orang yang jatuh cinta secara alami akan meningkatkan produksi norepinefrin di dalam tubuh. Norepinefrin ini akan dapat bertindak sebagai neurotransmitter yang memberikan efek serupa dengan narkotika. Norepinefrin menyampaikan pesan bahagia di otak. Hal ini menyebabkan terbentuknya senyum di wajah orang-orang yang sedang jatuh cinta.
Apakah teman2 juga seperti itu saat jatuh cinta??kalo iyaa,,berarti normal.. kalo enggak????
Penulis:
Pramudita Putri Kusuma
Mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas MIPA UNS 2011
Cinta Abadi
Penelitian terbaru mendukung ide bahwa cinta yang berlangsung seumur hidup itu mungkin terjadi. Studi terbaru, yang dikepalai oleh Bianca Acevedo dan Arthur Aron dari Departemen Psikologi di Univeristas Stony Brook , membandingkan korelasi antara pasangan yang sudah menikah dalam jangka waktu lama dan pasangan yang baru saja jatuh cinta.
Mereka menemukan aktivitas pada otak yang sama di regio yang diasosiasikan sebagai pemicu motivasi dan ‘keinginan’ pada pasangan-pasangan tersebut.
Tim peneliti menggunakan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) untuk meneliti otak dari 10 wanita dan 7 pria yang dilaporkan bahwa mereka masih sangat jatuh cinta dengan pasangannya setelah 21 tahun menikah.
Menurut Arthur Aron, tim peneliti menemukan kesamaan yang sangat jelas antara pasangan yang sudah lama menikah dengan pasangan yang baru saja jatuh cinta. Mereka menyatakan hal tersebut berdasarkan bagian otak yang memicu penghargaan dan motivasi, yang merupakan bagian dari area otak yang kaya dopamin.
Pada penelitian baru-baru ini, telah dibuktikan bahwa area otak yang kaya dopamin tersebut menunjukkan aktivitas yang lebih besar jika seseorang dihadapkan akan foto dari pasangannya dibandingkan dengan foto dari sahabat dekat atau foto orang lain.
Sumber : Medindia
Penulis:
Cindy Lestari, dr.
Dokter Klinik Kirana Karadenan, Bogor (Senin, Selasa, Jumat), Dokter Klinik Kirana2 Karadenan Bogor (Sabtu)
Mereka menemukan aktivitas pada otak yang sama di regio yang diasosiasikan sebagai pemicu motivasi dan ‘keinginan’ pada pasangan-pasangan tersebut.
Tim peneliti menggunakan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) untuk meneliti otak dari 10 wanita dan 7 pria yang dilaporkan bahwa mereka masih sangat jatuh cinta dengan pasangannya setelah 21 tahun menikah.
Menurut Arthur Aron, tim peneliti menemukan kesamaan yang sangat jelas antara pasangan yang sudah lama menikah dengan pasangan yang baru saja jatuh cinta. Mereka menyatakan hal tersebut berdasarkan bagian otak yang memicu penghargaan dan motivasi, yang merupakan bagian dari area otak yang kaya dopamin.
Pada penelitian baru-baru ini, telah dibuktikan bahwa area otak yang kaya dopamin tersebut menunjukkan aktivitas yang lebih besar jika seseorang dihadapkan akan foto dari pasangannya dibandingkan dengan foto dari sahabat dekat atau foto orang lain.
Sumber : Medindia
Penulis:
Cindy Lestari, dr.
Dokter Klinik Kirana Karadenan, Bogor (Senin, Selasa, Jumat), Dokter Klinik Kirana2 Karadenan Bogor (Sabtu)
Mengapa ada cinta?
Pernahkah anda mendengar tentang feromon? Hormon satu ini diklaim sebagai zat yang menarik lawan jenis. Tetapi apa sebenarnya hormon ini? Benarkah zat ini yang berperan dalam percikan cinta yang timbul?
Feromon yang berasal dari bahasa yunani pherein (membawa) dan hormone (mengeluarkan) adalah substansi biologi yang dikeluarkan oleh setiap individual yang menghasilkan perubahan perilaku seksual dan sosial dari individu lain yang sejenis. Pada manusia, feromon berupa bau yang ditangkap oleh jacobson organ (Vomeronasal Organ/VNO) yang terletak di bagian keras dari septum nasal (batang hidung) untuk kemudian dihantar ke otak dan menimbulkan reaksi pada individu yang menerima. Feromon tidak hanya tercium oleh lawan jenis saja, tetapi juga dapat tercium antara jenis kelamin yang sama.
Bagaimana hormon ini terbentuk ?
Feromon dihasilkan terutama oleh kelenjar apokrin (salah satu jenis kelenjar keringat) dan kelenjar lainnya. Feromon terbentuk dari interaksi antara flora yang tinggal di area kelenjar tersebut dan substansi feromon sehingga terbentuk bau yang khas untuk tiap individual. Kelenjar apokrin ini terdapat di area ketiak, kelamin, mulut, kaki dan seluruh kulit.
Apakah sama dengan bau badan ?
Tidak, feromon tidak sama dengan bau badan. Feromon adalah substansi tak berbau yang merupakan bau alami dari seseorang. Sedangkan bau badan timbul karena produksi keringat yang berlebihan yang kemudian diubah oleh bakteri menjadi berbau tidak nyaman.
Bagaimana feromon memberikan efek ?
Setelah ditangkap oleh VNO, feromon akan merangsang pengeluaran neurotransmitter ke aksis hypothalamus-pituary-gonadal di otak yang kemudian akan merangsang pengeluaran GnRH (gonadal releasing hormone). Pada wanita, GnRH akan merangsang pengeluaran FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Luetinizing Hormone) yang nantinya akan merangsang pematangan telur dan ovulasi. Sedangkan pada pria, FSH dan LH akan merangsang spermatogenesis (pembentukan sperma).
Untuk jangka pendek, feromon menimbulkan pelepasan neurotransmitter yang akan menimbulkan ketertarikan terhadap lawan jenis.
Lalu apa efeknya pada kita ?
Feromon dapat merangsang ovulasi pada wanita yang menciumnya sehingga akan memancing siklus haid yang sama,jadi kalau ada mitos yang menyatakan bila tinggal bersama maka akan haid berbarengan ada benarnya juga bukan ?
Feromon wanita semakin maksimal pada saat ovulasi, sehingga kalau ada mitos yang bilang wanita lebih seksi dan “mengundang” saat sedang subur, mungkin ini biang keladinya. Selain itu, saat ovulasi membuat wanita lebih sensitif terhadap feromon pria, sehingga wanita lebih “jinak” pada pria.
Feromon wanita akan membantu para pria melakukan penilaian terhadap wajah atau foto atau suara wanita yang didengarnya, sehingga pria akan merasa terpanggil untuk mengejar atau malah hanya pasif tanpa respon. Sedangkan feromon pria akan membuat wanita merasa lebih seksi dan menarik serta bergairah atau sebaliknya, tidak timbul hasrat apapun. Jadi kalau ada sebutan cinta pada pandangan pertama atau malah benci sejak pertama kali bertemu, mungkin ini penyebabnya. Kesimpulannya, feromon dapat berupa “feromon positif” yang menarik perhatian lawan jenis atau malah “feromon negatif” yang menjauhkan lawan jenis.
Bagaimana bila memakai pewangi ?
Feromon terdiri dari berbagai macam jenis dan efek. Pada prinsipnya, pewangi (perfume) menggunakan bahan dasar yang memberikan efek yang sama dengan substansi feromon, jadi bila pewangi yang dipakai selaras dengan “feromon positif” pada anda, maka itu akan membantu anda dalam menarik perhatian lawan jenis atau komunikasi dengan lawan jenis. Sedangkan bila tidak, maka efek yang timbul malah sebaliknya. Jadi berhati-hatilah bila hendak memakai atau memberi pewangi sebagai hadiah, bila salah, bisa-bisa anda akan tidak disukai tanpa alasan.
Hingga saat ini keberadaan feromon pada manusia masih menjadi perdebatan dan terus dilakukan penelitian. Tetapi yang perlu diingat bahwa feromon bukanlah satu-satunya alasan adanya ketertarikan antar jenis. Sikap, pembawaan dan penampilan andalah yang akan membantu anda menarik perhatiannya. Selamat mencoba
Sumber :
James V. Kohl, Michaela Atzmueller, Bernhard Fink2 & Karl Grammer. 2001. Human Pheromones: Integrating Neuroendocrinology and Ethology. Available at http://www.nel.edu/22_5/NEL220501R01_Review.htm
Ditulis oleh:
Hygiena Kumala Suci, dr.
Dokter Umum di RSUD Landak, Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat
Feromon yang berasal dari bahasa yunani pherein (membawa) dan hormone (mengeluarkan) adalah substansi biologi yang dikeluarkan oleh setiap individual yang menghasilkan perubahan perilaku seksual dan sosial dari individu lain yang sejenis. Pada manusia, feromon berupa bau yang ditangkap oleh jacobson organ (Vomeronasal Organ/VNO) yang terletak di bagian keras dari septum nasal (batang hidung) untuk kemudian dihantar ke otak dan menimbulkan reaksi pada individu yang menerima. Feromon tidak hanya tercium oleh lawan jenis saja, tetapi juga dapat tercium antara jenis kelamin yang sama.
Bagaimana hormon ini terbentuk ?
Feromon dihasilkan terutama oleh kelenjar apokrin (salah satu jenis kelenjar keringat) dan kelenjar lainnya. Feromon terbentuk dari interaksi antara flora yang tinggal di area kelenjar tersebut dan substansi feromon sehingga terbentuk bau yang khas untuk tiap individual. Kelenjar apokrin ini terdapat di area ketiak, kelamin, mulut, kaki dan seluruh kulit.
Apakah sama dengan bau badan ?
Tidak, feromon tidak sama dengan bau badan. Feromon adalah substansi tak berbau yang merupakan bau alami dari seseorang. Sedangkan bau badan timbul karena produksi keringat yang berlebihan yang kemudian diubah oleh bakteri menjadi berbau tidak nyaman.
Bagaimana feromon memberikan efek ?
Setelah ditangkap oleh VNO, feromon akan merangsang pengeluaran neurotransmitter ke aksis hypothalamus-pituary-gonadal di otak yang kemudian akan merangsang pengeluaran GnRH (gonadal releasing hormone). Pada wanita, GnRH akan merangsang pengeluaran FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Luetinizing Hormone) yang nantinya akan merangsang pematangan telur dan ovulasi. Sedangkan pada pria, FSH dan LH akan merangsang spermatogenesis (pembentukan sperma).
Untuk jangka pendek, feromon menimbulkan pelepasan neurotransmitter yang akan menimbulkan ketertarikan terhadap lawan jenis.
Lalu apa efeknya pada kita ?
Feromon dapat merangsang ovulasi pada wanita yang menciumnya sehingga akan memancing siklus haid yang sama,jadi kalau ada mitos yang menyatakan bila tinggal bersama maka akan haid berbarengan ada benarnya juga bukan ?
Feromon wanita semakin maksimal pada saat ovulasi, sehingga kalau ada mitos yang bilang wanita lebih seksi dan “mengundang” saat sedang subur, mungkin ini biang keladinya. Selain itu, saat ovulasi membuat wanita lebih sensitif terhadap feromon pria, sehingga wanita lebih “jinak” pada pria.
Feromon wanita akan membantu para pria melakukan penilaian terhadap wajah atau foto atau suara wanita yang didengarnya, sehingga pria akan merasa terpanggil untuk mengejar atau malah hanya pasif tanpa respon. Sedangkan feromon pria akan membuat wanita merasa lebih seksi dan menarik serta bergairah atau sebaliknya, tidak timbul hasrat apapun. Jadi kalau ada sebutan cinta pada pandangan pertama atau malah benci sejak pertama kali bertemu, mungkin ini penyebabnya. Kesimpulannya, feromon dapat berupa “feromon positif” yang menarik perhatian lawan jenis atau malah “feromon negatif” yang menjauhkan lawan jenis.
Bagaimana bila memakai pewangi ?
Feromon terdiri dari berbagai macam jenis dan efek. Pada prinsipnya, pewangi (perfume) menggunakan bahan dasar yang memberikan efek yang sama dengan substansi feromon, jadi bila pewangi yang dipakai selaras dengan “feromon positif” pada anda, maka itu akan membantu anda dalam menarik perhatian lawan jenis atau komunikasi dengan lawan jenis. Sedangkan bila tidak, maka efek yang timbul malah sebaliknya. Jadi berhati-hatilah bila hendak memakai atau memberi pewangi sebagai hadiah, bila salah, bisa-bisa anda akan tidak disukai tanpa alasan.
Hingga saat ini keberadaan feromon pada manusia masih menjadi perdebatan dan terus dilakukan penelitian. Tetapi yang perlu diingat bahwa feromon bukanlah satu-satunya alasan adanya ketertarikan antar jenis. Sikap, pembawaan dan penampilan andalah yang akan membantu anda menarik perhatiannya. Selamat mencoba
Sumber :
James V. Kohl, Michaela Atzmueller, Bernhard Fink2 & Karl Grammer. 2001. Human Pheromones: Integrating Neuroendocrinology and Ethology. Available at http://www.nel.edu/22_5/NEL220501R01_Review.htm
Ditulis oleh:
Hygiena Kumala Suci, dr.
Dokter Umum di RSUD Landak, Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat
Langganan:
Postingan (Atom)